Kadang saya bertanya pada diri sendiri, mengapa di wilayah yang sangat subur dan sangat mendukung adanya kehidupan manusia ini tidak banyak ditemukan jejak-jejak peradaban dibandingkan dengan apa-apa yang ditemukan di belahan dunia yang lain ?Ada beberapa hal yang kemungkinan mengakibatkan hal ini terjadi.

Bertani dan berladang

Sebelum kedatangan bangsa-bangsa dari utara, sebenarnya nenek moyang Nusantara sudah mengenal kehidupan bercocok tanam dengan sistem ladang atau huma. Pendapat tersebut saya dasarkan pada sudah adanya sistem Pawukon, yang salah satunya adalah untuk mementukan kapan waktunya untuk mulai bercocok tanam. Kita ketahui kedatangan bangsa-bangsa dari utara baru terjadi antara 3000-500 SM, sedangkan Pawukon sendiri diduga sudah ada sejak 15000 SM. Kegiatan bercocok tanam dilakukan dengan cara berpindah-pindah. Dan tentunya cara bercocok tanam dengan sistem ini mengakibatkan tidak banyak peninggalan-peninggalan yang bisa kita temui. Waktu menetap dalam suatu daerah yang tidak begitu lama ini kemungkinan menjadikan suatu alasan bagi nenek moyang Nusantara untuk tidak membuat bangunan yang permanen. Suatu hal yang dikemudian hari menyulitkan kita para generasi penerus untuk menelusuri jejak-jejak peradaban tersebut.

Migrasi manusia

Seperti penjelasan dalam artikel mengenai peghuni asli Nusantara, salah satu sisi negatifnya adalah terjadinya persaingan antara bangsa pendatang dengan bangsa yang terlebih dahulu eksis. Dalam hal ini bisa saja terjadi kemungkinan bangsa pendatang menghancurkan apa-apa saja yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Dan sepertinya jika dilihat dari catatan sejarah, hal ini terus berlanjut sampai dengan masa-masa kerajaan Nusantara. Yang mana kerajaan yang kalah selalu dibumihanguskan. Tidak menutup kemungkinan kedatangan bangsa dari utara tersebut mengakibatkan hilangnya jejak-jeak peradaban yang sudah ada sebelum kedatangan mereka.

Kayu yang berlimpah

Kepulauan khatulistiwa termasuk salah satu paru-paru dunia. Letaknya yang di garis khatulistiwa menyebabkan tanah di wilayah ini sangat subur.Belum lagi gugusan gunung yang berderet dan seolah sambung menyambung meninggalkan jejak vulkanik yang menyuburkan tanah. Bisa kita bayangkan keadaan jaman dahulu, hutan di wilayah ini pastilah lebih lebat dari sekarang. Ketersediaan bahan baku yang begitu melimpah berupa kayu inilah yang kemungkinan digunakan komunitas (kerajaan) nenek moyang Nusantara untuk mendirikan bangunan. Namun daya tahan lama kayu ini paling lama hanya dalam hitungan ratusan tahun, berbeda apabila bahan dasar yang digunakan adalah batu. Bukti yang masih bisa lihat sampai saat ini adalah, bangunan keraton atau kesultanan yang ada di wilyah Nusantara bahan dasarnya mayoritas adalah kayu. Tetu kita ingat peristiwa beberapa waktu yang lalu mengenai kebakaran yang meluluh lantakkan istana Pagaruyung. Andai saja istana tersebut tidak dibangun dengan kayu, tentu anak cucu kita beratus tahun mendatang masih akan bisa melihat kemegahannya.

Bencana alam

Tidak dipungkiri wilayah Nusantara merupakan daerah dengan resiko bencana alam yang sangat tinggi. Gugusan gunung, serta pertemuan antara dua lempeng dunia mengakibatkan kemungkinan bencana alama berupa gunung meletus ataupun gempa bumi acap kali terjadi. Dari catatan sejarah yang pernah terekam, bencana yang terjadi di wilayah Nusantara ini sanggup merubah keadaan iklim di belahan dunia lainnya. Jika di belahan dunia lainnya saja imbasnya begitu terasa, bisa kita bayangkan apa yang terjadi dengan bumi Nusantara yang mengalaminya ?Letusan Krakatau, letusan Tambora adalah beberapa contoh kejadian tersebut. Dan mungkin, banyak bencana alam pada jaman prasejarah yang tidak tercatat potensi kerusakannya melebihi dari apa yang pernah tercatat. Sebut saja bencana yang diakibatkan oleh Kaldera Toba purba, kaldera Bromo purba ataupun Krakatau purba. Bisa jadi bencana-bencana tersebut menghilangkan jejak peradaban yang pernah ada di bumi Nusantara ini.

Budaya lisan

Salah satu kesulitan untuk merekonstruksi sejarah bangsa ini adalah minimnya bukti tertulis. Dari bukti yang ditemukan, tulisan mulai dikenal oleh bangsa ini baru dimulai sekitar awal Masehi. Hanya berdasarkan dari berita-berita dari pengembara China atau berita dari Yunani yang dibawa oleh pedagang-pedagang yang melalui Nusantara ini lah beberapa catatan sebelum masehi bisa direkonstruksi. Padahal jika mengingat posisi Nusantara yang berada dalam jalur perdagangan pada masa lampau, tidak menutup kemungkinan peradaban di wilayah ini sudah lama ada dari apa yang kita ketahui sekarang.

Namun ada kalanya dari cerita-cerita rakyat, yang bagi sebagian masyarakat lebih kental aroma mitos dan tidak ilmiah, ternyata setelah dilakukan penelitian yang mendalam didapati hal itu bukan hanya sekedar cerita rakyat yang penuh mitos. Cerita rakyat lahir dikarenakan budaya bangsa ini lebih banyak disampaikan secara bertutur, budaya lisan, gethok tular yang seiring dengan perkembangan jaman tidak menutup kemungkinan mengalami distorsi atau pengaburan makna.

Dari uraian ini sebenarnya saya mencoba mengajak kepada seluruh bangsa ini untuk tidak minder atau rendah diri mendapati kenyataan minimnya jejak-jejak peradaban yang ditemukan dibanding dengan belahan dunia yang lain. Dan yang menjadi salah kaprah adalah ketika keadaan ini diartikan untuk memberikan pemahaman bahwa nenek moyang bangsa ini tidak mempunyai peradaban. Nenek moyang kita mempunyai cara sendiri untuk menjaga warisan yang ditinggalkan untuk anak cucunya. Hal yang paling nyata adalah kesenian wayang. Filosofi dalam kesenian wayang sarat dengan simbol-simbol perilaku kehidupan. Menuntut kita untuk berpikir dan menggali lebih dalam lagi apa yang dimaksud dan coba disampaikan leluhur kepada kita, pewaris sah peradaban Nusantara.

0 comments